Pernahkah kau
merasakan sakit kepala berkepanjangan lantaran otakmu terus memutar pertanyaan
yang sama: kenapa dan ada apa? Saya ingin sekali melepaskan otakku barang
sejenak, membiarkan dia istirahat dan tidak lagi membuatku sakit kepala.
Sekarang saya sendiri yang harus mengulangi pertanyaan skeptis itu, kenapa? Ada
apa? Saya bertanya dalam diam, tentu tidak ada yang menjawab kecuali beberapa
opini yang juga saya hasilkan sendiri. Apa dia mulai muak dengan saya? Atau
saya yang merasa muak dengan dia? Kita tidak sedang baik-baik saja kan?
Buktinya, kita tertawa, bersama tapi hampa. Kita duduk berdampingan tapi
dua-duanya sibuk dengan pikiran masing-masing, saya lebih memilih menerka-nerka
apa yang ada dalam pikiranmu waktu itu. Saya benar-benar ingin tahu, ada apa
denganmu dan kenapa? Saya benar-benar tersiksa menyaksikan drama ironi antara
kita berdua dua hari terakhir ini. Apa kau tidak suka lagi dengan saya? Apa
saya telah berbuat kesalahan dan... dan kau terluka? Hahahahahaha jangan
membangun sebuah novel, teman. Ini bukan saat yang tepat.
Banyak yang
berkecamuk dalam pikiranku, sayangnya saya tidak mampu menyuarakan keseluruhan
gundah yang menari-nari dipikiran. Ini terlihat seperti benang kusut. Kau diam,
saya tidak tau kenapa. Ajang saling ejek yang biasa kita lakukan malah terkesan
lebih real, kau seperti benar-benar mengejekku dengan kata-katamu,
menunjuk-nunjuk tepat didepan mukaku, hey kenapa? Saya tau kau juga bukan tipe
orang yang terbuka, malah kau tidak pernah bercerita apa-apa. Samalah denganku
hahahaha. Kau tau, saya terus berpikir tentang kita, tentang ini, tentang apa
yang menimpa hubungan kita. Kau terlihat lebih kasar waktu itu, meneriakkan
namaku dengan nada yang benar-benar terdengar sewot. Saya hanya mampu tersenyum
miring-setengah-lirih. Saya benar-benar ingin mengguncang-guncang pundakmu,
berteriak ditelingamu, kau kenapa? Tapi hahahahaha, sayang, saya tidak berani
melakukan itu. Saya takut kau malah mengamuk lalu menjambakku lalu mendorongku,
dan kemudian melemparku sampai saya terpental jauh, jauh dari pandanganmu atau
bahkan jauh dari hidupmu. Begitukah?
Apa itu yang kau mau?
Saya berpikir untuk
tidak menganggap hal ini serius tapi sepertinya kau sendiri kelihatan
benar-benar serius dengan aksi ini. Saya bisa apa? Positiflah....
Saya mulai berpikir,
apakah kita benar-benar cocok? Apa yang akan terjadi jika kita hanya hidup
berdua, tanpa teman-teman lain. Saya mulai berandai-andai tentang kita. Mungkin
benar, kita tidak cocok. Kau butuh orang yang lebih cerewet mungkin, dan saya?
Saya kurang cerewet ya? Yah jujur, saya bukan orang yang cerewet sih
hahahahahahahaha. Kau cenderung lebih senang menjadi pendengar dan saya? Saya
bahkan bukan orang yang suka bercerita, saya pendengar yang baik lho. Nah hal
ini yang menimbulkan pertanyaan baru dalam benakku. Untuk apa sama? Kesamaan
kita malah berujung pada ironi seperti sekarang. Mungkin saya juga musti
mencari orang yang cerewet dan.... bagaimana jika orang cerewet itu hanya ada
satu? Apa kita akan bertemu lagi sebagai musuh? Memperebutkan si cerewet?
Hahahahahaha saya jago karate lho jangan coba-coba hahahaha.
Semakin jauh saya
menulis, semakin jauh juga ilusiku tentang kita. Apa kita berhenti disini saja?
Apa kau maupun saya tidak bisa berjuang dan bersabar sedikit lagi? Ini masih
bisa dipertahankan kan? Yakan? Mari kita coba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar