Rabu, 28 Desember 2011

One point: God, I do really love them.


Matahari masuk dari celah-celah ventilasi tua itu…
Sinarnya yang menghangatkan tubuh seakan memerintahkanku untuk bergegas bangun
Tapi seperti biasa, aku meringis dari balik selimut sembari meggerutu “Ah, ini hari libur -,- menurutku, matahari baru akan terbit jam 12 nanti!”
Aku pun kembali memejamkan mata dan tertidur pulas -_-
   Tiba-tiba dalam tidurku, aku merasa seperti mengulang kembali rekaman hidupku 3 tahun terakhir. Tiga tahun yang kuhabiskan bersama orang-orang yang sangat kusayangi melebihi apapun. 9C. ya, Genkers :) tiga tahun yang berlalu begitu cepat. Hhh, waktu selalu melaju dengan kecepatan maksimal jika kita menginginkan sesuatu untuk tetap tinggal. Untuk tetap seperti ini.
   Ya begitulah, jika kita bersama orang-orang yang kita sayangi, sehari serasa sejam dan setahun serasa sehari. Rekaman yang ada diotakku terus berjalan. Mengingatkanku, menyadarkanku betapa berharganya waktu yang terlewat. Mengingatkanku pada setiap detik, menit, waktu dimana kami tertawa bersama, kecewa, sedih, marah, bahkan menangis bersama. Aku pun tak bisa mengelak pada kenyataan bahwa aku sungguh tak ingin melepaskan orang-orang itu. Aku tak bisa mengelak dari kenyataan bahwa aku sungguh menyayangi orang-orang tengik, orang-orang gila dan aneh seperti mereka.
   Rekaman itu terus berjalan tanpa bisa ku hentikan. Seperti air mata yang terus mengalir jika harus mengingat bahwa waktu akan memisahkan kami. Jika suatu saat nanti kebersamaan, kemesraan, keindahan yang kami bangun harus runtuh dan hanya menyisahkan puing-puing kesedihan. Bila suatu hari nanti semuanya akan berakhir.
   Tidak! Aku percaya semuanya takkan berakhir. Semuanya akan tetap seperti ini. Semuanya akan baik-baik saja. Harus baik-baik saja.
   Tuhan, biarkan aku merasa egois kali ini saja. Aku menyayangi orang-orang itu. Orang-orang yang telah menjadi bagian dari hidupku. Orang-orang yang mengisi kekosongan hati. Mengisi setiap celah di relung hati ini.
   Aku merasa ada bulir-bulir hangat yang menjalari pipiku. Air mata. Aku menangis.
   Hujan yang terus mengguyur kota Palu turun lagi seakan langit turut merasakan sesuatu yang terjadi dalam tidurku. Sesuatu yang tersimpan dalam air mataku. Sesuatu yang berkelebat dalam pikiranku. Sesuatu yang menyesaki dadaku. Hujan… apa kalian tau? Hujan… apa kalian mengerti? Aku harap ya agar aku bisa berbagi kesesakan ini. Mengurangi beban. Beban ketakutan. Takut bila… tidak, aku tidak sanggup mengatakannya lagi.
   One point: God, I do really love them.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar