Cie yang udah
gondokan nungguin entri barukuuuu hahahahahahaha yang sabaaaar yaaaa..
Senin, 16 Juli 2012
Kamis, 05 Juli 2012
MOS hari pertama
Hari ini hari pertama
saya ikut MOS SMA Al-Azhar Palu. Pagi-pagi agak kesiangan, saya bangun dan
buru-buru mandi. Saya lambat bangun-.- yah karena 3 bulan terakhir tidak ada
kewajiban bangun pagi, jadi yah gitu deh-.- haha. Cepat2 saya sambar sepatu usangku
yang saya cuci kemarin, mengaduk2 dos dan menarik dua buah tali sepatu,
mengikatnya dilubang2 lalu melesat pergi dengan motor lama abi.
Saya sempat berpikir,
“bukankah lucu, 3 tahun lalu saya juga mengikuti kegiatan mos disekolah ini,
ditempat yang sama dengan orang2 yang sama. Dan sekarang, seperti dejavu,
semuanya kembali terulang hanya dengan kasus yang berbeda. 3 tahun lalu saya
disini karena mos smp, tapi sekarang saya sedang mengikuti mos sma”
...
Sekolah sudah agak
rame ketika saya datang, baru Audry dan Mba anak 9c yang datang. Belum sampai
digerbang, Mba Hanny sudah menghambur ke arahku, pake acara peluk2 lagi-.- “...kakak
ifaaaa lama te ketemuuuu...” bemana mo ketemu na ko saja jarang sekali
kesekolah mba T^T
Tidak lama setelah
itu, kami disuruh berbaris dilapangan. Anehnya, Sir Basit suruh rentangkan
tangan-.- alasannya, supaya terlihat banyak. Sir, bagemanapun caranya, kita ini
hanya berseratus jadi yah banyak dibagian mananya? Malahan, pas Sir Basit suruh
rentangkan tangan, patokannya malah sebelah sana (sebelah kiri) wkwkwkwk na
jelas2, patokan itu sebelah kanan sir-.- oke oke kita tinggalkan sir basit. Kita
beranjak ke musolah menerima materi pertama yang dibawakan oleh sir yusri. Mind
set. Pola pikir. Satu quotes yang saya suka dari materi ini, “Aku ada karena
aku berpikir”-Socrates. Materi kedua dibawakan oleh Sir Akhlis lalu materi
ketiga dibawakan oleh Pak Temu... pak temu siapa ya? Saya lupa full name beliau
hehehehe. Beliau berbicara tentang kepemimpinan. “...memanusiakan manusia”
wahwahwah.
MOS hari ini, ditutup
dengan sholat dzuhur berjamaah di musolah Al-Azhar.
Benang kusut
Pernahkah kau
merasakan sakit kepala berkepanjangan lantaran otakmu terus memutar pertanyaan
yang sama: kenapa dan ada apa? Saya ingin sekali melepaskan otakku barang
sejenak, membiarkan dia istirahat dan tidak lagi membuatku sakit kepala.
Sekarang saya sendiri yang harus mengulangi pertanyaan skeptis itu, kenapa? Ada
apa? Saya bertanya dalam diam, tentu tidak ada yang menjawab kecuali beberapa
opini yang juga saya hasilkan sendiri. Apa dia mulai muak dengan saya? Atau
saya yang merasa muak dengan dia? Kita tidak sedang baik-baik saja kan?
Buktinya, kita tertawa, bersama tapi hampa. Kita duduk berdampingan tapi
dua-duanya sibuk dengan pikiran masing-masing, saya lebih memilih menerka-nerka
apa yang ada dalam pikiranmu waktu itu. Saya benar-benar ingin tahu, ada apa
denganmu dan kenapa? Saya benar-benar tersiksa menyaksikan drama ironi antara
kita berdua dua hari terakhir ini. Apa kau tidak suka lagi dengan saya? Apa
saya telah berbuat kesalahan dan... dan kau terluka? Hahahahahaha jangan
membangun sebuah novel, teman. Ini bukan saat yang tepat.
Banyak yang
berkecamuk dalam pikiranku, sayangnya saya tidak mampu menyuarakan keseluruhan
gundah yang menari-nari dipikiran. Ini terlihat seperti benang kusut. Kau diam,
saya tidak tau kenapa. Ajang saling ejek yang biasa kita lakukan malah terkesan
lebih real, kau seperti benar-benar mengejekku dengan kata-katamu,
menunjuk-nunjuk tepat didepan mukaku, hey kenapa? Saya tau kau juga bukan tipe
orang yang terbuka, malah kau tidak pernah bercerita apa-apa. Samalah denganku
hahahaha. Kau tau, saya terus berpikir tentang kita, tentang ini, tentang apa
yang menimpa hubungan kita. Kau terlihat lebih kasar waktu itu, meneriakkan
namaku dengan nada yang benar-benar terdengar sewot. Saya hanya mampu tersenyum
miring-setengah-lirih. Saya benar-benar ingin mengguncang-guncang pundakmu,
berteriak ditelingamu, kau kenapa? Tapi hahahahaha, sayang, saya tidak berani
melakukan itu. Saya takut kau malah mengamuk lalu menjambakku lalu mendorongku,
dan kemudian melemparku sampai saya terpental jauh, jauh dari pandanganmu atau
bahkan jauh dari hidupmu. Begitukah?
Apa itu yang kau mau?
Saya berpikir untuk
tidak menganggap hal ini serius tapi sepertinya kau sendiri kelihatan
benar-benar serius dengan aksi ini. Saya bisa apa? Positiflah....
Saya mulai berpikir,
apakah kita benar-benar cocok? Apa yang akan terjadi jika kita hanya hidup
berdua, tanpa teman-teman lain. Saya mulai berandai-andai tentang kita. Mungkin
benar, kita tidak cocok. Kau butuh orang yang lebih cerewet mungkin, dan saya?
Saya kurang cerewet ya? Yah jujur, saya bukan orang yang cerewet sih
hahahahahahahaha. Kau cenderung lebih senang menjadi pendengar dan saya? Saya
bahkan bukan orang yang suka bercerita, saya pendengar yang baik lho. Nah hal
ini yang menimbulkan pertanyaan baru dalam benakku. Untuk apa sama? Kesamaan
kita malah berujung pada ironi seperti sekarang. Mungkin saya juga musti
mencari orang yang cerewet dan.... bagaimana jika orang cerewet itu hanya ada
satu? Apa kita akan bertemu lagi sebagai musuh? Memperebutkan si cerewet?
Hahahahahaha saya jago karate lho jangan coba-coba hahahaha.
Semakin jauh saya
menulis, semakin jauh juga ilusiku tentang kita. Apa kita berhenti disini saja?
Apa kau maupun saya tidak bisa berjuang dan bersabar sedikit lagi? Ini masih
bisa dipertahankan kan? Yakan? Mari kita coba.
Selasa, 26 Juni 2012
3 masa
Dalam 15 tahun
terakhir, saya mengalami tiga kali perpisahan. Perpisahan pertama, yaitu
bersama teman-teman SD, enam tahun masa yang terlewat tanpa benar-benar saya
nikmati. Pikiran anak kecilku belum begitu mengerti arti dari sebuah
pertemanan, arti kebersamaan maupun arti kehilangan. Yang saya tau, saya sedang
belajar, menulis, menghitung, duduk dibangku kayu panjang berwarna merah tua
dibarisan paling belakang, disudut. Saya belum mengerti apa-apa. Saat
teman-teman sibuk berceloteh, saling menarik baju seragam, saya hanya bisa
duduk dan melihat sekeliling sambil terus berpikir... keadaan seperti ini harus
diberi sebutan apa? Atau, siapa anak yang sering melap ingus dihidung
menggunakan tangan hingga seluruh ingusnya merembes disepanjang pipinya, atau
siapa anak yang berdiri diatas bangku sambil berteriak-teriak heboh kearah
kerumunan anak laki-laki dibawahnya. Sedikit banyak, saya masih menyimpan
secuil memori beberapa tahun lalu. Lalu, saya naik ke kelas 2, kelas 3, kelas
4, kelas 5 dan kelas 6. Tidak lupa cerita cinta anak SD yang kerap terjadi.
Kelas 6 SD, masa-masa yang penuh dengan gaya anak SD jaman kapan, gaya bicara
yang khas, istilah-istilah anak SD, cerita cinta, persahabatan, geng-geng dsb.
Kemudian, acara perpisahan pun diadakan digedung samping sekolah. Semua orang
diharuskan memakai baju kebaya. Diakhir acara, kami, semua anak kelas 6
bernyanyi bersama, beberapa isak terdengar dari ujung, beberapa teman sudah
saling berpelukan, saya hanya mampu menggerakkan tanganku lalu menepuk-nepuk
pundak seorang teman yang berdiri disebelahku. Tidak perlu sesedih itu, gumamku
lirih. Saya sedih dan ingin menangis tapi ternyata air mataku tidak turun,
hanya menggenang dipelupuk mata. Saya melihat, beberapa guru juga mulai terisak
pelan, mungkin mengingat tingkah muridnya, kenakalan, jerih payah yang mereka
keluarkan demi mengajar kami, mungkin juga mereka terlalu sayang sehingga sulit
membayangkan akan melepas anak didik mereka. Air mata disetiap perpisahan itu
bukan lagi hal yang luar biasa. Saya memaklumi hal itu. Malam itu berakhir
dengan sesi foto angkatan dan beberapa guru serta kepala sekolah. Malam itu,
saya merasakan perpisahan pertamaku.
Perpisahan kedua
yaitu ketika Yuni dan Miftah keluar dari kelas 9c. Beberapa teman juga banyak
yang keluar sebelum mereka, tapi saya sama sekali tidak merasakan kesedihan
yang sebenar-benarnya. Dan ketika Yuni
dan Miftah yang harus keluar, saya benar-benar tidak bisa membendung air mata,
bukan hanya sekedar air mata. Tapi air mata terluka, tedengar berlebihan ya?
Hahahahaha ya, waktu itu saya benar-benar sedih, benar-benar merasa dibohongi
oleh hasil tes yang tertempel dimading lab bahasa. Dan akhirnya, sisa masa
kelas sembilan harus lewat tanpa dua orang itu. Tapi setelah itu, tidak ada
yang berubah antara kami. Yuni maupun Miftah tetap menjadi bagian dari kami.
Dan perpisahan ketiga
adalah perpisahan yang digelar tanggal 15 Juni seminggu yang lalu. Perpisahan
siswa kelas 9. Saya tidak menitikkan air mata, mengingat kami masih akan
bersama-sama di esema nanti. Tapi mungkin bagi teman-teman lain, malam itu
merupakan puncak dari segalanya, dimana mereka terpaksa saling megucapkan
selamat tinggal dan sampai jumpa di masa depan. Saya hanya berpesan singkat,
jangan saling melupakan.
Langganan:
Postingan (Atom)