Selasa, 26 Juni 2012

3 masa


Dalam 15 tahun terakhir, saya mengalami tiga kali perpisahan. Perpisahan pertama, yaitu bersama teman-teman SD, enam tahun masa yang terlewat tanpa benar-benar saya nikmati. Pikiran anak kecilku belum begitu mengerti arti dari sebuah pertemanan, arti kebersamaan maupun arti kehilangan. Yang saya tau, saya sedang belajar, menulis, menghitung, duduk dibangku kayu panjang berwarna merah tua dibarisan paling belakang, disudut. Saya belum mengerti apa-apa. Saat teman-teman sibuk berceloteh, saling menarik baju seragam, saya hanya bisa duduk dan melihat sekeliling sambil terus berpikir... keadaan seperti ini harus diberi sebutan apa? Atau, siapa anak yang sering melap ingus dihidung menggunakan tangan hingga seluruh ingusnya merembes disepanjang pipinya, atau siapa anak yang berdiri diatas bangku sambil berteriak-teriak heboh kearah kerumunan anak laki-laki dibawahnya. Sedikit banyak, saya masih menyimpan secuil memori beberapa tahun lalu. Lalu, saya naik ke kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. Tidak lupa cerita cinta anak SD yang kerap terjadi. Kelas 6 SD, masa-masa yang penuh dengan gaya anak SD jaman kapan, gaya bicara yang khas, istilah-istilah anak SD, cerita cinta, persahabatan, geng-geng dsb. Kemudian, acara perpisahan pun diadakan digedung samping sekolah. Semua orang diharuskan memakai baju kebaya. Diakhir acara, kami, semua anak kelas 6 bernyanyi bersama, beberapa isak terdengar dari ujung, beberapa teman sudah saling berpelukan, saya hanya mampu menggerakkan tanganku lalu menepuk-nepuk pundak seorang teman yang berdiri disebelahku. Tidak perlu sesedih itu, gumamku lirih. Saya sedih dan ingin menangis tapi ternyata air mataku tidak turun, hanya menggenang dipelupuk mata. Saya melihat, beberapa guru juga mulai terisak pelan, mungkin mengingat tingkah muridnya, kenakalan, jerih payah yang mereka keluarkan demi mengajar kami, mungkin juga mereka terlalu sayang sehingga sulit membayangkan akan melepas anak didik mereka. Air mata disetiap perpisahan itu bukan lagi hal yang luar biasa. Saya memaklumi hal itu. Malam itu berakhir dengan sesi foto angkatan dan beberapa guru serta kepala sekolah. Malam itu, saya merasakan perpisahan pertamaku.
Perpisahan kedua yaitu ketika Yuni dan Miftah keluar dari kelas 9c. Beberapa teman juga banyak yang keluar sebelum mereka, tapi saya sama sekali tidak merasakan kesedihan yang sebenar-benarnya.  Dan ketika Yuni dan Miftah yang harus keluar, saya benar-benar tidak bisa membendung air mata, bukan hanya sekedar air mata. Tapi air mata terluka, tedengar berlebihan ya? Hahahahaha ya, waktu itu saya benar-benar sedih, benar-benar merasa dibohongi oleh hasil tes yang tertempel dimading lab bahasa. Dan akhirnya, sisa masa kelas sembilan harus lewat tanpa dua orang itu. Tapi setelah itu, tidak ada yang berubah antara kami. Yuni maupun Miftah tetap menjadi bagian dari kami.
Dan perpisahan ketiga adalah perpisahan yang digelar tanggal 15 Juni seminggu yang lalu. Perpisahan siswa kelas 9. Saya tidak menitikkan air mata, mengingat kami masih akan bersama-sama di esema nanti. Tapi mungkin bagi teman-teman lain, malam itu merupakan puncak dari segalanya, dimana mereka terpaksa saling megucapkan selamat tinggal dan sampai jumpa di masa depan. Saya hanya berpesan singkat, jangan saling melupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar