Tanggal 17 Juni,
seorang Dini benar-benar bertolak ke Pekanbaru. Pasalnya ia akan melanjutkan
sma disana. Saya dan teman-teman lain tentunya sangat menyayangkan
kepergiannya. Bukankah tetap bersama akan lebih baik? Tapi mungkin, ke
Pekanbaru adalah pilihan yang tepat buat Dini.
Kami, segenap
teman-teman tentu merasa sedih, tetap ada yang hilang dari kami.
Satu-satu tetes
airmata meleleh dari mata teman-teman, saya waktu itu hanya berkaca-kaca saja. Melepas
Dini didepan ruang tunggu benar-benar bikin bendungan perasaan meluap-luap. Memang
melepaskan itu sulit. Kenangan-kenangan tiga tahun yang terlewat kembali
berkelebat, masih segar dalam ingatan. Hangatnya kebersamaan, gelak tawa,
airmata dan berbagai hal lainnya. Sesuatu yang kita bangun dalam tiga tahun,
memori. Hari itu, Dini menangis, padahal dua boneka panda besar sudah ada
ditangannya. Belakangan ini, saya tau, Dini itu suka boneka panda hehehehe. Saya
akui, Dini adalah salah satu orang yang jarang menangis, dia adalah sosok yang
ceria, masa bodo, dan tidak peduli. Tapi hari itu, dihari keberangkatannya, dia
meneteskan airmata dan cepat-cepat melapnya dengan jilbab dan punggung
tangannya. Tiada yang tau, mungkin dalam pesawat, dia malah menangis
sesenggukan hahahaha. I know it, Din. Tapi sayangnya, tidak semua anak 9c yang
turut mengantar kebandara. Mereka yang tidak datang hanya sempat menitip salam
perpisahan dan doa. Doaku juga Din, selalu terselip buatmu...
Setelah sempat sekali
berpelukan, Dini pun kembali masuk dan duduk diruang tunggu. Kami memutuskan
naik ke atas, ke tempat anjungan pengantar/waiting gallery.
Beberapa saat
kemudian, terlihat Dini yang berjalan menuju boeing yang akan mengantarkannya
ke Pekanbaru, kami cuma bisa melambai-lambaikan tangan kearah Dini. Berdoa agar
dia tiba di Pekanbaru dengan selamat.
Hasta la vista for
you, Dini. Let us meet in the future.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar