Senin, 23 Januari 2012

...

   Ia sama sekali tidak ingin mengingat hari itu. Apalagi menuangkannya dalam sebuah tulisan. Hari dimana hampir separuh warna hidupnya mengabur dengan sebuah kata “kepergian” ia tidak mampu lagi meneteskan air mata karena kantung air matanya telah mengering hingga tak sanggup lagi meneteskannya. Sayatan-sayatan luka itu pun masih membekas dan sulit untuk disembuhkan. Ia depresi. Ia merasa situasi disekitarnya berubah menjadi gila. Semuanya seperti terjungkir balik. Ia merasa sulit untuk mengekspresikan dirinya kembali. Ia pikir, apa lagi yang mampu ia ekspresikan jika orang-orang yang menjadi ekspresi itu telah berjalan menjauh. Ia tidak mampu lagi membuka matanya di pagi hari hanya untuk menatap langit-langit kamarnya. Ia tidak mampu bangun karena ia tau, ia akan segera menemui kenyataan yang akan selalu sama dan begitu menyakitkan.
    Kata “semangat” pun hampir hilang di hempas oleh kesakitan yang ia rasakan. Ia tak mampu berjalan dengan tegap hanya sekadar melihat jalan di depannya. Jalan yang tiba-tiba menjadi gelap. Semuanya terasa menyakitkan. Gulungan memori yang tak ada habisnya terus menari-nari di pikirannya. Memori yang mungkin hanya akan menambah beribu sayatan lagi di hatinya. Tapi apa daya? Ia tak mampu menghentikan gulungan memori itu. Ia tidak ingin mengingat tapi juga tak ingin melupakan atau bahkan menghapusnya.
   Ia tidak ingat kapan terakhir kali sudut-sudut bibirnya terangkat dan memebentuk senyuman. Ia lupa. Ia bahkan berpikir takkan pernah tersenyum lagi seperti dulu. Ia berpikir ia takkan bisa tertawa lepas dan memamerkan deretan giginya seperti kala itu. Semuanya seperti beranjak pergi dan tak menyisakan apapun untuknya kecuali satu hal. Rasa menyakitkan.
   Ia berharap suatu hari nanti, semuanya akan kembali. Tetapi “suatu hari nanti” itu mungkin akan menghabiskan separuh hidupnya. Menunggu untuk sebuah “suatu hari nanti” dan berharap bahwa cahaya dan warna itu pulang kembali. Melengkapi bagian-bagian dirinya yang sempat hilang. Menempati ruang kosong yang dulunya gelap dan membuat waktu yang sempat tersia-siakan bisa terbayar dengan senyuman bahagia yang dinantikannya. Dan ketika “suatu hari nanti” itu datang, ia akan mendapati sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar