Rabu, 11 Januari 2012

Sejak kapan? Ada yang tau?

   Dua gadis itu berpisah di perempatan setelah mengatakan “Babay!”
   Gadis yang betubuh ramping, agak kurus dan lebih tinggi dari gadis satunya memilih tetap berjalan lurus sedangkan gadis yang lebih pendek dan memakai rok berwarna orange menyala dengan motif kotak-kotak seperti taplak meja memilih berbelok.
   Sekarang mereka menyusuri jalan pulang masing-masing. Seperti hari-hari kemarin bahkan jauh sebelumnya, mereka memang selalu pulang bersama dan akan berpisah di perempatan jalan karena walaupun rumah mereka satu arah, tetapi tetap saja sebuah belokan kanan di perempatan akan memisahkan keduanya.
   Gadis dengan rok orange itu bergumam lebih kepada dirinya sendiri. Tentu saja, memangnya dia akan bergumam kepada siapa? Tak ada orang lain selain dirinya dijalan yang memang selalu dilewatinya jika ingin kembali ke rumah.
   “Hm, sejak kapan aku selalu pulang bersama-sama dengan Poster?” aku bahkan lupa sejak kapan kami selalu berjalan beriringan menembus teriknya matahari tanah Kaili. Ku rasa sudah lama. Sekarang aku duduk di kelas 3. Tahun terakhirku. Berarti… lama juga ya? Menghabiskan waktu pulang sekolah dengan berjalan bersama yah kurang lebih 2,5 tahun lah. Aku terus berpikir keras tentang hal yang mengusikku beberapa menit terakhir. Tentang sejak kapan kami mulai pulang bersama. Wah, langgeng amat :D”
   Setelah puas berdialog dengan dirinya sendiri, gadis rok orange itu pun fokus kepada jalan di depannya. Berbagai macam hal berkelabat dalam benaknya. Betapa capeknya dia karena selalu disibukkan dengan kegiatan, pekerjaan rumah, serta tugas yang menumpuk setiap harinya. Hari itu, ia merasa sangat penat dan ingin cepat-cepat sampai dirumah, merebahkan tubuh di atas tempat tidur… wah, enaknya. Lalu gadis itu berjalan lebih cepat walaupun ia harus terus mengimbangi tasnya yang berat bak karung beras. Sambil bersenandung kecil, ia terus berjalan dengan susah payah akibat efek yang ditimbulkan tas tak tau diri itu.
   “Oh God, kenapa jalan ini seperti tak mempunyai ujung? Aku ingin cepat pulang” gerutuku dalam hati. Sekuat tenaga ia berjalan, belokan rumahnya masih saja terasa sangat jauh. Ia mempercepat langkahnya—lebih mempercepatnya. Sesekali ia harus menyingkirkan peluh yang terus membasahi pelipisnya. Berjalan dengan kecepatan maksimal—dalam versiku, menjinjing karung beras—tasku lebih pantas dikatakan ‘karung beras’ ketimbang tas anak sekolah. Bagaimana bisa? Tas itu memiliki berat yang begitu fantastik -_- ditambah aku harus pulang dengan berjalan kaki dibawah terik matahari yang terus menyengatku seakan ia takkan puas sampai kulitku berubah gosong *emang udah gosong dari sononya kale* huh…
   “Oh, home sweet home!” aku melihat rumahku beberapa langkah di depan dan… Alhamdulillah.
   “Assalamu’alaikum!” seruku di balik pintu sambil melepaskan sepatu dan kaus kaki, meletakkannya dijajaran sepatu dan masuk ke rumah.
   Melepaskan seragam sekolah dan tidur. Tidur… tidur…
   Akhirnya, aku berhasil merebahkan tubuhku diatas tempat tidur dan terlelap. Hari yang melelahkan.
   Hm, but hari-hari yang lebih melelahkan sedang menuggunya esok hari, lusa, dan seterusnya. Ia hanya bisa menerimanya dengan sukacita. Keep spirit, Mishfah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar