Rabu, 04 April 2012

Saya, cucunya DG. MASIMPA :)


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Halo world!
Kemarin malam, saya dan teman-teman keluar kelas dengan wajah lesu setelah pantat dibikin bisulan sama butir-butir soal mid Zona. Betul-betul soalnya para dewa! Malam ini, saya dijemput Abiku. Bukan Kakaku yang biasa. Karena yah, kasihan. He’s sick. Pasalnya, ia kena bengkayakis. Oow.
Setelah mengucapkan “BYEBYE” kepada Jihan yang tinggal seorang diri belum dijemput malam itu, saya langsung berlari kecil menuju Abiku yang sudah menjemput. Abiku mengendarai motor dengan perlahanaaaaan sekali malam itu, membuat saya yang tidak memakai jaket tambah merasa kedinginan tapi saya acuhkan saja. Toh skali-skali sakit juga tak apa-apa. Abiku membuka pembicaraan dengan menanyakan apakah Sir Yusri sudah menikah atau belum. Saya tertawa dalam hati lalu berucap singkat: belum, Abi. Dalam hatiku, adoh kenapa Abi tanya-tanya Sir Yusri sudah nikah apa belum? Hai jangan-jangan! Haha, saya bergidik ngeri memperkirakan kemungkinan gila yang numpang lewat dikepalaku. Abiku bertanya lagi, “Rajiman (re: Sir Iman) itu belum selesai kuliah?” | Saya: belum kayanya, Abi | Abiku: kenapa? | Saya: Katanya, Sir Iman terlalu sibuk dengan organisasi, jadi kuliahnya belum selesai-selesai | Abiku: kenapa Rajiman bisa berbahasa inggris? Dia tidak ambil jurusan bahasa inggris kan? | Saya: oh, itu karena Sir Iman sering ikut lomba-lomba di bidang bahasa inggris, jadi lancar bahasa inggris. Pembicaraan tentang Sir Iman ditutup. Saya merasa seperti sedang di interogasi. Byarbyar zzzz -.-
Saya berkata dalam hati, pasti ada lagi pertanyaan selanjutnya. Pasti. Dan kemudian... “Iffah bisa pidato bahasa inggris? Abiku bertanya—lagi. Saya ngakak setan diboncengan belakang, berpikir... biar bicara didepan saja sudah gemetar, mo pidato lagi. Bercakap sih cukup mahir tapi kalo sudah speech, walah ampuuuun dah. Saya langsung cepat-cepat ingat pertanyaan tadi dan sesegara mungkin menjawabnya dengan tawa tertahan: haha, INSYA ALLAH, Abi. Beberapa detik kemudian Abiku menyanggah jawabanku tadi: lo? Kenapa INSYA ALLAH? Harus bisa dong. Saya hanya menjawab sangsi: iye, Abi. Pasti bisa. Setelah itu saya benar-benar ketawa “dalam hati”. Hahahahaha, pidato. Mishfah pidato? WHAT THE—!
Beberapa menit kemudian, Abiku berbicara lagi. Kali ini bukan pertanyaan tapi sebuah “penawaran”. Abiku berbicara dengan suara rendah: “Iffah, nanti rencananya Abi, Abi mau kumpulkan semua cucu DG. MASIMPA (magrandpa), terus Abi bawa ke kampung (kampung halamanku terletak di Pante Timur di sebuah desa kecil benama Kasimbar), terus Abi suruh pidato di depan warga kira-kira lima menit lah. Cucu DG. MASIMPA semua: Iffah (SAYA!), Rajiman (Sir Iman), dan Ican (Kakaku yang biasa antar-jemput saya)”. Saya langsung tertohok. Tidak bisa berkata-kata. Hanya mengerjap-ngerjap memandang lampu-lampu kendaraan. Jelas, otomatis saya tertohok sekaligus tertawa mendengarnya. Wahahahahahaha! Saya mau pidato di Kampung nun jauh dimataku? Pidato bahasa inggris? Cucu DG. MASIMPA? Haha, jujur. Saya bangga *cie* xxxxxxx! Sudah terbayang, saya berdiri di atas panggung kayu sederhana di kampungku, berbicara soal dunia, pemerintah, kebersihan, lingkungan di depan orang-orang yang kurang mendapat perhatian. Orang yang terpinggir namun apresisatif. Wow, I’m waiting for that. Hahahaha! Saya lalu menjawab penawaran Abiku dengan suara yang sangat berwibawa: iye, Abi. Bagus itu. Bagus skali.
Oya, saya ingat. Abiku, setelah penawaran yang sangat mengesankan itu, masih sempat bercerita tentang H. Agus Salim. Sosok yang Abiku kagumi. Bayangkan, beliau mahir dalam 9 bahasa! Abiku pun berkeinginan bahwasanya anak tertuanya ini juga mahir dalam bahasa Arab bukan hanya dalam bahasa inggris (Abi, saya belum semahir itu dalam bahasa inggris -.-). Saat itu, saya merasa memang harus mempelajari bahasa tersebut. Merasa tertarik tapi harus belajar dimana? Sebenarnya banyak tempat belajar, hanya saja waktunya belum sekarang. Mungkin nanti. Tapi KAPAN? Setelah itu, Abika berkata lagi: tidak apa-apa, yang bagus itu, walau hanya satu, yang penting Iffah kuasai daripada banyak-banyak bahasa tapi malah tidak dapat apa-apa kan sama saja denga bohong? Saya hanya mendengarkan beliau dengan khidmat. Menanamkan semuanya dalam pikiran dan hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar