Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Halo
world!
Kemarin malam, saya
dan teman-teman keluar kelas dengan wajah lesu setelah pantat dibikin bisulan
sama butir-butir soal mid Zona. Betul-betul soalnya para dewa! Malam ini, saya
dijemput Abiku. Bukan Kakaku yang biasa. Karena yah, kasihan. He’s sick. Pasalnya,
ia kena bengkayakis. Oow.
Setelah mengucapkan “BYEBYE”
kepada Jihan yang tinggal seorang diri belum dijemput malam itu, saya langsung
berlari kecil menuju Abiku yang sudah menjemput. Abiku mengendarai motor dengan
perlahanaaaaan sekali malam itu, membuat saya yang tidak memakai jaket tambah
merasa kedinginan tapi saya acuhkan saja. Toh skali-skali sakit juga tak
apa-apa. Abiku membuka pembicaraan dengan menanyakan apakah Sir Yusri sudah
menikah atau belum. Saya tertawa dalam hati lalu berucap singkat: belum, Abi. Dalam
hatiku, adoh kenapa Abi tanya-tanya Sir Yusri sudah nikah apa belum? Hai
jangan-jangan! Haha, saya bergidik ngeri memperkirakan kemungkinan gila yang
numpang lewat dikepalaku. Abiku bertanya lagi, “Rajiman (re: Sir Iman) itu
belum selesai kuliah?” | Saya: belum kayanya, Abi | Abiku: kenapa? | Saya:
Katanya, Sir Iman terlalu sibuk dengan organisasi, jadi kuliahnya belum
selesai-selesai | Abiku: kenapa Rajiman bisa berbahasa inggris? Dia tidak ambil
jurusan bahasa inggris kan? | Saya: oh, itu karena Sir Iman sering ikut
lomba-lomba di bidang bahasa inggris, jadi lancar bahasa inggris. Pembicaraan tentang
Sir Iman ditutup. Saya merasa seperti sedang di interogasi. Byarbyar zzzz -.-
Saya berkata dalam
hati, pasti ada lagi pertanyaan selanjutnya. Pasti. Dan kemudian... “Iffah bisa
pidato bahasa inggris? Abiku bertanya—lagi. Saya ngakak setan diboncengan
belakang, berpikir... biar bicara didepan saja sudah gemetar, mo pidato lagi. Bercakap
sih cukup mahir tapi kalo sudah speech, walah ampuuuun dah. Saya langsung
cepat-cepat ingat pertanyaan tadi dan sesegara mungkin menjawabnya dengan tawa
tertahan: haha, INSYA ALLAH, Abi. Beberapa detik kemudian Abiku menyanggah
jawabanku tadi: lo? Kenapa INSYA ALLAH? Harus bisa dong. Saya hanya menjawab
sangsi: iye, Abi. Pasti bisa. Setelah itu saya benar-benar ketawa “dalam hati”.
Hahahahaha, pidato. Mishfah pidato? WHAT THE—!
Beberapa menit
kemudian, Abiku berbicara lagi. Kali ini bukan pertanyaan tapi sebuah “penawaran”.
Abiku berbicara dengan suara rendah: “Iffah,
nanti rencananya Abi, Abi mau kumpulkan semua cucu DG. MASIMPA (magrandpa),
terus Abi bawa ke kampung (kampung halamanku terletak di Pante Timur di sebuah
desa kecil benama Kasimbar), terus Abi suruh pidato di depan warga kira-kira
lima menit lah. Cucu DG. MASIMPA semua: Iffah (SAYA!), Rajiman (Sir Iman), dan
Ican (Kakaku yang biasa antar-jemput saya)”. Saya langsung tertohok. Tidak bisa
berkata-kata. Hanya mengerjap-ngerjap memandang lampu-lampu kendaraan. Jelas,
otomatis saya tertohok sekaligus tertawa mendengarnya. Wahahahahahaha! Saya mau
pidato di Kampung nun jauh dimataku? Pidato bahasa inggris? Cucu DG. MASIMPA? Haha,
jujur. Saya bangga *cie* xxxxxxx! Sudah terbayang, saya berdiri di atas
panggung kayu sederhana di kampungku, berbicara soal dunia, pemerintah,
kebersihan, lingkungan di depan orang-orang yang kurang mendapat perhatian. Orang
yang terpinggir namun apresisatif. Wow, I’m waiting for that. Hahahaha! Saya lalu
menjawab penawaran Abiku dengan suara yang sangat berwibawa: iye, Abi. Bagus itu.
Bagus skali.
Oya, saya ingat. Abiku,
setelah penawaran yang sangat mengesankan itu, masih sempat bercerita tentang
H. Agus Salim. Sosok yang Abiku kagumi. Bayangkan, beliau mahir dalam 9 bahasa!
Abiku pun berkeinginan bahwasanya anak tertuanya ini juga mahir dalam bahasa
Arab bukan hanya dalam bahasa inggris (Abi, saya belum semahir itu dalam bahasa
inggris -.-). Saat itu, saya merasa memang harus mempelajari bahasa tersebut. Merasa
tertarik tapi harus belajar dimana? Sebenarnya banyak tempat belajar, hanya
saja waktunya belum sekarang. Mungkin nanti. Tapi KAPAN? Setelah itu, Abika
berkata lagi: tidak apa-apa, yang bagus itu, walau hanya satu, yang penting
Iffah kuasai daripada banyak-banyak bahasa tapi malah tidak dapat apa-apa kan
sama saja denga bohong? Saya hanya mendengarkan beliau dengan khidmat. Menanamkan
semuanya dalam pikiran dan hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar