Sabtu, 31 Maret 2012
Bzzzzx!
Memang kalo menulis saat hati semrawutan itu lebih srek, menyenangkan. Seperti sekarang ini, suasana hatiku betul-betul kacau balau. Jengkel dan tidak enak hati sama seseorang. Someone over the hot sun lah *ngawur* semuanya bermula sejak beberapa hari yang lalu. Hah, sebenarnya saya malas kuadrat mengingat-ngingat “hal” itu, hanya saja, saya tidak punya tempat mengadu selain kepada blogku yang amat kusayangi ini. Hanya dia yang bisa membantu saat ini, blog.
Ya Allah, mungkin saya berdosa karena mengungkit-ungkit masalah kecil atau memperbesar masalah yang sebenarnya tidak perlu, tapi saya betul-betul merasa tidak enak dan merasa perlu menumpahkan segala sesuatunya. Rasa jengkelku yang semakin hari semakin bengkak tak tertahankan. Saya merasa bersalah karena membenci seseorang itu, tapi benar-benar dia agak keterlaluan. Dia bukan dia yang biasanya, entah apa yang membuatnya berkata demikian kala itu, membuat saya berkerut-kerut.
Ya Allah, saya betul betul jengkel. Menolak bicara dan berinteraksi dengan seseorang itu. Saya mencak-mencak menghindar, dia terlihat santai-santai saja. Ampuuuuun! Seberapa kuatpun menghindar demi menenangkan perasaan jengkel yang beranak pinang, tetap juga tidak bisa. Tetap juga susah! Argh, saya yang jadi gila sendiri. Kena batunya *menangis tersedu-sedu*
Saya lakukan “itu”, dia juga melakukan hal serupa. Malah terkesan lebih menindas, lebih bikin saya tambah sakit hati, lebih bikin saya takes *guling-guling di tanah* susah payah saya tidak lembek dengan keadaan yang seperti ini, keadaan yang “sudah biasa”, keadaan yang terhitung sudah tiga kali ini terjadi. Ternyata, beberapa hal memang tidak bisa benar-benar hilang dari yang punya.
Jujur, ada sejumput air menggenang di sudut mata, hampir jatuh. Hanya saja ditahan-tahankanlah supaya tidak tumpah ruah. Malu juga kalo harus menangis gara-gara kondisi yang “sama” terulang lagi. Tidak, saya tidak akan menangis kali ini.
Jumat, 30 Maret 2012
Midnight conversation.
Bep: Menurutmu apa itu teman.? | M: Teman, mereka yang mengakui keberadaanku. | Bep: Bgaimana klw si a dkt sama si b tpi ddpan si c, si b takut mengakui adanya si a. | M: Kenapa mesti takut? Harus ad alasan yg jelas. | Bep: Cuma seumpanya jga | M: Yah apakah itu bisa disebut teman ato tidak, tergantung pribadi dan persepsi si a, b, dan c | Bep: ...
Those conversation happened around 22:43. I was confused, what happened with her. In middle of the night, coming up with a strange question about “friend” -.- something happened, Bep? I guess, she may not answer my question. I think, she got friend illness. Kritis.
Whatever lah.
Dengan kondisi sekarang, pantaskah saya mengeluh? Haruskah saya mengadu? Bolehkah saya cemburu? Seperti biasa, saya tidak tau. Saya “mungkin” terlalu sedikit melakukan kesalahan pada awal cerita ini atau saya malah terlalu banyak melakukan kesalahan? I don’t have the answer. Saya menyesal ketika dia bilang bahwa cknvbjdhjshdjfbhdjbfhdbfdhfbdjh. Jantungku, hampir saja loncat keluar saking kagetnya. Benarkah saya kaget? Taulah. Tapi apa yang bisa saya perbuat setelahnya? Tidak ada. Saya usahakan tersenyum. Tipis. Menatap nanar ke arah pintu kayu yang terbuka lebar didepan sana, enggan menatap ke arahnya, takut kalo dia tahu bahwa saya sakit hati setengah mampus. Heartaches men.
Ketika itu, saya tidak tau harus merespon bagaimana, maka yang keluar dari mulutku hanya: ya, that’s good. You’ve got the right person. Betapa perihnya saudara-saudara! Saya berharap, dialah yang akan mengatakan kalimat tadi kepada saya ”suatu hari nanti” tapi sekarang, I know that it’s late already. Too late.
Benar-benar sakit. Saya baru merasakannya sekarang. Saya pribadi tidak mungkin kecewa dan marah atas apa yang dia jnhcfjcnfghjghvk. Karena pada dasarnya, I’m nothing. I have nothing! Dan sekarang, tidak ada yang patut disesali. Toh semuanya kembali ke pribadi masing-masing dan dia. Saya pasrah. Tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Fine kah? Broke kah? Hate kah? Or more full of love? Hah, whatever.
Rabu, 28 Maret 2012
March ends.
Maret benar-benar akan berakhir. Maret benar-benar akan pergi. Saya pasti rindu tugas-tugas menggila di bulan Maret. Saya pasti rindu suasana US, belajar bersama di rumah Winda, makan gorengan, mas joko sama-sama, makan pisgor, dan makan minum lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Saya pasti akan rindu semuanya. March, are you really going to leave? March, I know, you’ll always stay. Right next to me.
Wed, 28th of March 2012.
Task... tak tau dirinya engkau!
Halo world!
Akhir-akhir ini, kalo sudah masuk siang, tepat sejam setelah pulang sekolah, pasti kota Palu di guyur hujan. Bukan hujan deras, tapi hujan yang diawali dengan lagit gelap, angin kencang, udara dingin, dan rintik-rintik air yang mulai berjatuhan dari langit. Hujan yang tidak berlangsung terlalu lama tapi cukup mendebarkan. Buatku, hujan selalu memiliki gayanya sendiri. Hujan selalu membawa makna sendiri. Hujan datang dengan kepribadiannya yang alami. Bagiku, hujan selalu membawa ketenangan, kedamaian, ketentraman lewat udara dingin yang masuk melalui ventilasi jendela ruang tengah dan taman yang berada di dalam rumahku. Seperti sekarang ini, saya kembali duduk bersila di samping taman, ditemani meja kayu bundar, hape kunyuk, dan laptop malang, kembali merasakan angin berjejak hujan yang menyapu wajah. Dingin, enak. Mencium bau tanah sehabis hujan, itu yang paling saya suka. Kondisi ini seharusnya terasa menyenangkan jika ia terjadi beberapa bulan sebelumnya. Tidak sekarang... sekarang, udara dingin sehabis hujanpun tidak mempan mendinginkan isi kepalaku yang membara, bau tanah yang sering saya nikmati juga tidak mampu menyalurkan kedamaian kedalam diriku. Semuanya tidak mampu mengusir kepenatan yang saya rasakan serta rasa lelah yang terus merutuk-rutuk badanku. Berbagai macam hal berebut masuk kedalam otakku yang sesungguhnya tidak memiliki kapasitas lebih.
Tugas sekolah yang menumpuk menjulang tinggi mengalahkan gunung Himalaya, karya ilmiah bahasa Indonesia yang tak kunjung membawa hasil, hanya aksi suruh-menyuruh yang terjadi, bingung dengan judul yang ingin kita angkat, berebut menyalurkan ide yang pada akhirnya tidak juga terlaksana padahal deadline pengumpulan adalah hari Sabtu ini, mana karya ilmiah “sederhana” itu memiliki syarat harus lebih dari 10 lembar atau paling tidak pas 10 lembar. Laporan praktikum fisika yang betul-betul bikin saya ba urat-urat ba kerja, membuat tanganku, otakku, hatiku jadi keriting dibuatnya, tapi Alhamdulillah tugas yang satu ini membawa hasil yang “cukup” memuaskan bagi saya dan teman-teman kelompok setelah kemarin saya dan Andi Winda Puspitasari menyelesaikan laporan praktikum mengandalkan pemikiran sendiri, tulis tangan sendiri serta keringat sendiri. Saya mengerjakan laporan berjudul GGL Induksi dan Winda tentang kecepatan rata-rata. Betapa senangnya hati ketika barang-barang berlabel “sumplak” itu terselesaikan tanpa Muh. Rakha Ishlah yang akhir-akhir ini terus menjadi pemandu jalan. Haha, ternyata kata-kata Winda waktu itu terbukti: we can without Akang. Ckck. Lanjut masalah drama yang juga bikin kelimpungan warga sembilan ce. Naskah drama yang sudah harus dikumpul dalam waktu dekat betul-betul bikin gila, kelompokku pun belum menyelesaikan naskah walaupun ide drama sudah dari dulu bertebaran tapi maklum, belum bisa tersalurkan.
Memang tugas-tugas yang tidak tau diri. Menghampiri kita disaat UN menjelang, disaat UN sudah benar-benar didepan mata. Apa maksud semua tugas-tugas ini, Ya Allah? Sebenarnya, dari lubuk hatiku yang paling dalam, ada gejolak amarah, penat, lelah, kecewa bercampur aduk. Bingung dengan kondisi sekarang ini. Masa kita yang harusnya mempersiapkan UN dengan matang, malah dibanjiri tugas yang agak kurang “srek” dihati. Kalo memang tugas-tugas ini menunjang nilai UN, rasanya misi “mempersiapkan” UN ini agak berlebihan. Terlalu menyiksa. Hatiku menjerit-jerit, badanku mogok bergerak, sistem sarafku berontak minta ampun dan serentak meneriakiku... “CAAAAAAAPEEEEEEK” teriakkan yang memekakan telinga. Dear my body, my heart, try to understand this situation ya. Please. Saya juga tersiksa.
Jumat, 23 Maret 2012
A message.
Woho, I got the reply! Here is:
Ahmad Fuadi said,
salam, yes i am currently writing the third novel. i plan to release it this year
Well, I’m really waiting for this.
Zz
Saya menyerah dengan kondisi ini. Saya gamang. Tidak tau harus bersikap bagaimana. Kenapa dia harus selalu menjadi bayang-bayangku? Kenapa dia selalu bersikeras berada ditempat saya berada? Jelas saya merasa terganggu. Sangat terganggu. Saya berusaha mengusir jauh-jauh rasa jengkel, benci, tidak suka sejak hari itu dan menggantinya dengan senyum suka cita. Tapi sekarang? DIA yang memulainya kembali. Dia sendiri yang menjemput rasa benci itu! Hah.
Rabu, 21 Maret 2012
Amarah dan masalah.
Kita sedang dilanda masalah. Masalah yang benar-benar nyata adanya, nyata keberadaannya. Sesuatu yang tidak patut disepelekan. Sesuatu yang bukan sekedar fiktif, konga, ataupun lelucon. It’s not an absurd thing. Tak ayal, setiap yang bernyawa pasti dihadapkan pada suatu masalah. Berat maupun ringan. Dan sekarang, masalah sedang diperhadapkan kepada kita. Masalah yang berawal di pertengahan bulan Oktober lalu. Sesuatu yang sebenarnya bukan apa-apa dan tidak patut dipermasalahkan, kini menjadi “apa-apa” dan sungguh patut untuk dipermasalahkan. Kala itu, tidak ada orang yang benar-benar menyadari akan keberadaan si masalah tadi. Barangkali, semua mengganggap itu hal biasa tapi tidak dengan beberapa orang yang peka dan sensitif terhadap keadaan disekitarnya. Hingga pada masanya, masalah itu tiba dipuncaknya. Dengan hebatnya, ia memuntahkan segalanya. Berbagai macam opini, topik pembicaraan yang akan selalu sama tentang mereka, beribu-ribu bentuk kritik, cacian, ejekan, dsb. Orang-orang yang peka tadi ternyata merasa terganggu. Mereka membenci keadaan konyol yang terjadi disekitar mereka hingga mereka pun mulai membenci orang-orang yang menjadi dalang atas masalah itu.
Lima bulan berlalu, masalah terus beranak pinang. Menghasilkan masalah-masalah baru. Perdebatan lewat tatapan mata, gerak-gerik, dan ucapan terus menerus dilancarkan tanpa henti. Belum ada yang tahu, tepatnya, tidak ada yang tahu, masalah ini akan bermuara dimana. Tidak ada yang tahu, kemana masalah ini akan menyeret kita. Mungkinkah semuanya akan berakhir dengan sebuah perpisahan? Atau perdebatan tak berujung?
Samapai saat ini, tidak ada yang berani mencicipi manisnya buah kesabaran. Tidak ada yang ingin melangkah di atas jalan bernama musyawarah yang betul-betul bisa dipertanggung jawabkan dan bukan musyawarah yang seperti hanya memenangkan sebelah pihak. Semuanya berebut mengambil jalan bernama keegoisan. Tidak ada yang mau mendengarkan. Semuanya ingin didengarkan. Tidak ada yang mau mengalah, semuanya bersikeras untuk menang. Lalu bagaimana masalah akan terselesaikan? Ketika ditanya, tidak ada jawaban. Senyap. Hanya angin-angin amarah yang terus berhembus, menggoyangkan ujung jilbab dan rok mereka. Wallahu’alam.
Sabtu, 17 Maret 2012
My Day!
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Helo world!
Maklum karena kesibukan yang tidak ada habisnya, maka saya baru post note ini sekarang. Yey, 16 Maret. Tepat 15 tahun saya malang melintang dibumi Allah ini. Saat ini, saya belum benar-benar percaya kalo saya sudah setua ini dan sayangnya saya baru menyadari betapa tuanya angka 15 itu. Sekarang saya berada ditahun ketiga di sekolah menengah pertama. Tidak lama lagi, saya ketemu sama UN, masuk SMA, kuliah, kerja, nikah, punya anak. Woho, secepat inikah waktu berjalan? Bahkan menurutku, waktu terkesan lagi main lari-larian. Rasanya, baru kemarin Mamaku kepang-kepang rambutku, main kadende didepan rumah, main pece, pasir, tanah dan properti alam lainnya. Sekarang, saya tengah berdiri di depan kenyataan betapa uzurnya diriku ini. God, I want to stay on this age.
Banyak hal yang terlewat di 15 tahun terakhir. Beberapa bagian telah terlupakan karena waktu yang berperan disini. Beberapa bagian lagi masih tersimpan rapi dimemori otakku. Mulai dari hari pelepasan di taman kanak-kanak, waktu itu saya pake baju muslim warna biru muda dengan renda-renda di bagian lengan dan celana. Saya yang pada saat itu masih unyu-unyu, rela-rela saja dipakekan baju yang nauzubillah jadulnya. Dan dengan pedenya Mishfah kecil naik ke panggung menerima map apa lalu itu saya lupa. Sekarang, kalo liat baju itu, saya pasti ngakak setan ingat masa kecil. Lanjut ke masa-masa SD. Saya yang sering jadi juara kelas, selalu saing-saingan dengan Wahyu Bugisman, Dhisa Tirza Cintami Maretha, Jihan Andini, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Masa-masa SD-ku bisa jadi masa puber akut. Masa cinta-cintaan lah. Cinta monyetlah, kingkonglah, bebeklah, apalah. Pokonya sedikit-sedikit: cieeeeeeeeeeeeee. Waktu SD, kita sering skali main kasti, walaupun panas matahari Palu tidak terdefinisi, tetap juga kita goso main kasti sampe ba keringat-keringat. Biasanya, permainan diakhiri dengan sebelah pihak yang merasa dicurangi atau kecewa atau tidak baku enak atau baku cemburu-cemburulah. Dan kalian tau, kalo main-main begitu, pasti saya, Ririn, Suci, Jihan, Ata dan Indah selaaaaaluuuu sama-sama. Tidak tau kenapa, pasti kalo sudah hompimpa, beh sama-sama lagi kita. Great team. Saya masih ingat lagu-lagu yang di ajarkan Sir Mukrin waktu SD lalu. Lagu pertama yang pertama kali di kenalkan itu… berjudul “EDELWEISE” saya juga masih ingat, ketika kita disuruh satu persatu maju ke depan menyanyikan lagu edelweise. Wahwah, sudah bisa dibayangkan seorang Mishfah yang menyanyi tanpa nada didepan kelas. Flat. Masih banyak lagu-lagu lain seperti: Mother how are you today, the wat you look at me, first love, heal the world, the queen of my heart, I’m a bigbig girl, daddy, dan masih banyak lagi. Tapi, kalo diasah sedikit lagi kita, beh so jadi penyanyi semua alumni SDN 1.
Well, lanjut ke masa-masa SMP. Ya, masaku sekarang ini. Momen-momen di SMP… momen di Al-Azhar, banyak skali yang unforgetable. Semuanya masih segar bugar di memoriku. Pertama kali masuk kelas 7c, saya masih ingat tatapan miris anak-anak baru—baru saya kenal dan baru saya lihat. Banyak kelakuan-kelakuan yang susah saya terjemahkan waktu itu dan sekarang saya baru mengerti bahwa semua itu yang dinamakan kebersamaan. Saya juga masih ingat waktu Rere dan Alan terpaksa minggat dari kelas 7c karena tidak lulus evaluasi. Waktu itu, saya masih belum merasa kehilangan teman karena memang saya belum terlalu mengerti. Tapi kemudian… air mataku dan air mata teman-teman lainnya mulai mengucur deras ketika dua—tiga orang teman kita diambil dari kita. Iyut, Iin dan Alifqa… Dian dan Abay… Iman dan Ijan. Mereka semua terenggut dari kita, terpisahkan fisik dan… hati. Dan untuk yang terakhir kalinya… YUNI dan MIFTAH pun harus keluar. Air mata sudah benar-benar tidak terbendung lagi. Bayangkan saja rasanya bila orang-orang yang kalian sayangi, harus pergi tidak terlalu jauh. Ckck ._.v “Masih satu atap juga” begitu Miftah bilang kala itu. Kita tau, dia juga sama merasa kehilangannya dengan kita. Sreeek, sruuut *tariktarik ingus* mulai saat itu, terhitung sejak kepergian beberapa orang teman, saya sangat-sangat tidak menyukai evaluasi. Masih banyak lagi kebersamaan lainnya. English camp kelas 7, 8, dan 9. Yah, walaupun semuanya harus berakhir dengan lautan airmata tapi tak apalah. Exhibition pertama tentang Indonesia, Exhibition yang paling hebat tentang HORROR. Pancing-pancing ikan di Dolo, Mba Hanny’s birthday yang penuh tepung dan telur bikin muntah darah *OOW* piknik 8c di Tanjung Karang. Momen-momen makan mas joko sama-sama, minum es teler mahkota sama-sama, nobar berjamaah. Performance hari jum’at dengan tari saman yang sangat apik ditampilkan oleh 9c, poto sesi and Labuan… oh, it was so meaningful, too! Those were some amazing piece of our story. Tapi tak jarang pula segerombolan masalah datang menghujam. Membuat titik-titik air berjatuhan dari berpasang-pasang mata. Penghianatan, kebohongan, kecurigaan, kebencian, rasa jengkel, dendam, iri, egois, selalu merasa benar, selalu merasa harus diperhatikan, ejek-mengejek, saling menginjak harga diri, tusuk menusuk dari belakang, ketidakpercayaan... semuanya telah kita dapatkan dibangku sekolah *gedebukgubrak -_-* banyak konflik dan kontroversi yang bahkan belum bisa terselasaikan. Sungguh miris kehidupan yang fana ini.
…
Pagi itu, hapeku sudah diberondongi ucapan-ucapan selamat ultah. Yuni. Winda, Audry, dan teman-teman lain. Wall facebook juga yang rame dengan ucapan selamat. Sir Andi, thanks. Bro Rashaad, thanks for your greeting.
Di sekolah, teman-teman lain juga tak lupa menyalamiku, mengucapakan selamat ulang tahun. Mba Hanny, Fadlun, Iyut, thanks. Tidak lupa sorakan-sorakan yang terus membahana di setiap sudut kelas, sekolah, kantin dan lapangan. Koar-koar mereka yang minta traktiran. Zzzzzz. Saya hanya mampu tersenyum miris tanda tak mampu. Saya hanya mampu mentraktir karcis masuk exhibnya 8c. maklum, hanya 2000 perak perorang.
Malam di Zona, teman-teman rame-rame menyanyi lagu selamat ulang tahun untuk saya dengan suara yang amaaat merduuu. Saya sangat tersanjung. Thanks, Mam MITA. Thanks guys. Thanks all!
…
Saya sendiri belum merasa cukup dewasa di usia setua ini. I don’t have enough things and knowledge to be shared. Ada dua orang yang setia panggil saya dengan sebutan “Ka Ifa”—Winda and Aulia. Tapi sayangnya, mungkin saya pun belum pantas menjadi sosok Kakak bagi mereka.
Well, saya menginginkan Mishfah yang baru di usia ini. Mishfah yang berjiwa pemimpin *e biyaaah :p* Mishfah dengan semangat baru dan keceriaan baru. Ingin menjadi seseorang yang lebih sabar. Seseorang yang tawadhu. Seseorang yang membahagiakan kedua orangtuanya. Seseorang yang berguna bagi bangsa dan negara. Bagi INDONEISA. Horas bah!
Akhir kata, saya haturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya for you all. yang sudah mengucapkan happy birthday lewat sms, inbox, wall, maupun secara langsung. Thanks. You all really made my day.
Kamis, 15 Maret 2012
Senin, 12 Maret 2012
Oh Desiani~
Helo world!
Tragedi Desi.
Hari ini hari Senin. Senin yang selalu disesaki oleh mereka yang memiliki kepentingan masing-masing, terutama di pagi hari. Hari Senin pagi selalu menjadi pagi yang sibuk, hiruk pikuk di jalanan, keributan, kendaraan yang lalu-lalang mengejar waktu yang akhir-akhir ini seperti berlari maraton. Senin pagi yang biasanya menciptakan beberapa tragedi. Kemacetan, kekacauan, bahkan kecelakaan.
Pagi tadi, Senin pagi pun masih setia menciptakan gelembung-gelembung targedi. Kecelekaan—tepatnya. Kecelakaan yang menimpa temanku, Desi. Malangnya, Desi tertimpa kecelakaan yang membuat bibirnya harus dijahit plus ia harus kehilangan satu buah giginya. Kabarnya, Desi disuruh makan oleh sang Mama sebelum kesekolah, tetapi berhubung hari Senin adalah hari piketnya, maka Desi cepat-cepat melesat ke sekolah, bahkan tanpa menyentuh/memegang nasi agar supaya tidak maso lora—kata orang. Nah, akhirnya… Desi-lah yang tertimpa kecelakaan. Menurut Audry, yang menjenguk Desi, Desi tidak benar-benar sadar kalo dia mengalami tabrakan dan parahnya ketika ia sudah terbaring di RS, ia sadar dan terheran-heran: he? Dimana saya ini? eh eh, si Desi malah sempat lari karena kaget dengan keberadaannya di RS. Kata Audry lagi, ketika dia dan anak 9a datang menjenguk, Desi masih sempat bercerita panjang lebar. Cerewet lagi. Zz.
Desiani, cepat sembuh ha. Makanya lain kali hati-hati. buat lu lu pada yang bawa-bawa motor, jadilah pengendara yang baik dan benar.
It breaks.
Semuanya berantakan. Hancur berkeping-keping, menyisahkan rasa putus asa dan… sakit.
Sakit mata ini melihat keduanya menjadi seperti ini. malu hati ini dengan khayalan indah yang pernah kita bangun dulu. perih hati ini mengingat apa yang telah terjadi selama 7 bulan terakhir ini. rasanya seperti tersayat-sayat dan tercabik-cabik. Pedih skali… entah siapa yang memulai. Mungkin mereka atau mungkin juga kita. Sebelum 7 bulan lalu, semuanya terasa menyenagkan. Asik. Tidak ada yang salah sebelum 7 bulan lalu. Tapi seketika, tanpa diminta dan tanpa diizinkan, mereka merenggut dan merampas semuanya. Membawa pergi warna-warna dari dasar hati dan membuat keadaan sekarang malah “tambah berwarna”
Tidak ada yang mampu mencegah. Mereka seperti dilindungi oleh undang-undang tersendiri. Mereka seperti tak terjamah. Mereka menjelma menjadi orang asing. Orang asing yang membuat semuanya kacau balau, hancur berhamburan.
Sekarang, tinggalah kebencian yang tersisa. Kebencian atas tindakan mereka yang tidak masuk akal dan berlebihan. Kebencian yang akhirnya menjemput gerombolan air bening di pelupuk mata. Kebencian yang mengujani pipi dengan linangan air mata. Air mata tanda tak mampu melewati semuanya setelah ini. air mata tanda bahwa kebencian itu sudah sampai pada puncaknya. Wallahu’alam*
Sabtu, 10 Maret 2012
AKU, KAMU, DIA, dan KAMI :*
Gerbang besi itu pun terbuka. Ku lirik kiri kanan, banyak anak berseragam merah putih belari memasukinya. Langkahku terseret paksa oleh rasa curiga, namun ketika aku memasukinya, semuanya gelap. Tiba-tiba, aku tak ingat kapan aku terakhir berada. Dan… dimana aku kini?
Ruangan itu tidak besar, tidak pula terlalu kecil. Banyak kursi-kursi dan meja-meja kayu tersusun rapi di dalamnya. Dan.. apa ini? Seragam ku kini berganti. Seingatku terakhir kali aku masih memakai seragam berlogo TUT WURI HANDAYANI. Lirik sekeliling, anak-anak sebayaku tersenyum simpul. Dalam hati berkata, siapakah mereka? Suasana pun berubah, aku kini berada di tengah-tengah “MEREKA”.
Hey, di sinilah kami, teman-teman! Anak-anak lugu nan imut-imut yang baru saja mengecap bangku sekolah menengah pertama. Rasa kaku dan malu menggerogoti tiap-tiap urat di raga kami. Eh, apa ku bilang barusan? “KAMI” ? apa aku tak salah tulis? Hey,hey,hey, agaknya waktu sudah berbeda. Aku bukanlah aku lagi. Aku kini bersama sekelempok makhluk berkaki dan bertangan sebaya denganku. Mereka kini duduk di sekelilingku, tersenyum malu-malu sambil memperkenalkan diri. Aha, ku intip sekilas, oh ya! Nama tempatku berada sekarang adalah VII C !
Tempat dimana kami mulai saling mengenal dan bersenda gurau dan mulai berduka bersama. Tempat dimana kami belum sempat menyelami arti persahabatan sebenarnya. Dimana bulir-bulir kisah lama masih mengalir dalam darah. Namun tak ayal lagi, inilah kami. Makhluk-makhluk kecil, pendek dan ‘tak berdosa’ ini berkumpul menjadi satu dan membangun cerita di tiap lembaran memori baru.
Di sini kegiatan baru yang belum pernah terjumpai kami temui. English Camp pertama, Exhibition pertama, dan segalanya. Sampai pindah-pindahan kelas pun pernah kami alami. Dari yang gelap, ke yang terang. Dari yang sempit, ke yang luas. Dari yang panas, sampai yang dingin, kami alami. Tapi agaknya, sikap keindividualnya belum sepenuhnya terlepas. Masih sering bikin grup-grup sendiri, masih ada yang sendiri-sendiri. Tapi, meski begitu, kami bangga, walau masih kelas VII, prestasi murid kelas ini banyak tersalurkan.
Kami ini … solid. Susah terpecahkan. Maksudku, sedikit. Karena pada suatu saat, sebuah hantaman besar memecah belah dan memisahkan kami menjadi puing-puing kecil bersimbah airmata. Namanya, EXTENSION EVALUATION ! Saat Rere dan Alan keluar dan digantikan oleh 2 biji makhluk-makhluk yang tak kalah imutnya dengan kami, kami pun tersadar, pertemanan macam ini tak mungkin bisa menguatkan kami.
Sampai pada suatu hari, kami berlari lagi menuju gerbang besi itu. Namun saat mencapai dalam gerbang, sebuah lubang menganga dari bawah kaki dan menjatuhkan kami semua ke dalam gelap. Akh!! Aku pun terduduk. Plak, plak, plak! Ku tampar diriku sendiri. Dimana aku? Ini bukan seperti tempat kemarin. Di sini terkesan lebih … terang. Aku pun berdiri, hmm, agaknya aku lebih tinggi. Ku perhatikan mereka, ya, ada mereka! Mereka yang sama dan masih dengan tawa yang sama. Tapi tunggu, agaknya mereka juga bertambah tinggi. Ku cari papan nama tempat ini, hey, hey, hey. Huruf romawinya bertambah 1 ! sekarang namanya menjadi VIII C ! di tempat ini, konflik lebih mudah terjadi. Keegoisan merebak dimana-mana, mencari sudut kecil yang bisa dimasukki olehnya. Tidak. Ini tidak seperti tempat yang dahulu. Di sini banyak yang merasa terkucilkan. Sharing-sharing yang sering dilakukan agaknya tak mampu melepas belenggu ini.
Bagaimana tidak? Kesensitifan individualnya masih selalu membayang-bayangi. Tak ada yang mau mengalah, tapi semuanya ingin menang. Tapi, solidnya tak akan pernah hilang. English camp kedua, exhibition ketiga (horror), football, bola dangdut, membuat kami sadar, kami itu berharga. Kegiatan itu dilakukan dengan penuh khidmat. Hingga kami tahu, that we deserve to be together.
Hingga akhirnya, konflik itu mulai terkikis sedikit demi sedikit. Piknik, jalan-jalan, foto bareng, itu merupakan hal yang terindah yang pernah kami lalui. Dan aku, aku tak ingin melewatkan barang setitikpun memori-memori itu.
Kelas IX, kelas terakhir yang merupakan titik perjuangan terakhir. Kelas ujian, kelas sibuk, dan kelas-kelas mengerikan. Tapi, itu tidak menutup kemungkinan kami tidak punya waktu luang, lho. English camp di Kapopo Ngatabaru pada tanggal 29-30 Oktober 2011 adalah English Camp terindah. Meski 7 orang teman kami tersayang terpaksa tak bisa ikut, kami tetap berusaha jadi yang paling baik.
Malam yang gelap, tak ada lampu, hanya diterangi oleh senter hape, kami latihan di cottage itu. Berdoa, supaya bisa berjalan dengan lancar. Saling melindungi satu sama lain, saling menyayangi. Waktu itu tak mungkin akan terlupakan. Malam paling indah yang jarang kau dapatkan, teman. Meski akhirnya, Talent Show itu jatuh ke tangan yang lain. Sedih, penyesalan, kecewa, semuanya campur aduk dan akhirnya meluap menjadi air dari pelupuk mata.
Satu lagi, Labuan. Yang tadinya dimaksudkan untuk melakukan kegiatan penelitian malah jadi momen kebersamaan buat anak kelas IX. Kami juga, kok. Maen gitar, nyanyi-nyanyi sama-sama, berlomba-lomba mencapai mushalla di atas sanaaa. Saling melindungi cowo dan cewe. Kami kompak kok beneran suer ._.V
Hingga akhirnya, kami sampai lagi di tempat ini. Kelas yang sempit, tapi mengahngatkan. Kelas yang panas, tapi mengasyikkan. Kelas yang kotor, tapi menyenangkan. Kata Winda, kelas kami punya bau khas ;D bau-bau gimanaaa gitu ya.
Kelas yang tidak bisa hening lebih dari 9 detik, kelas yang begitu flat bila tak ada tawa, kelas yang begitu suram tanpa kamera, kelas yang dipenuhi berbagai macam suku, kelas yang perhatian, kelas yang saing menyayangi, kelas paling gokil, kelas yang penuh dengan achievement, kelas yang eeegghh~ dah.
Sampai suatu saat, kami harus kembali. Nantinya, IX C ini bukan tempat kita lagi. Sematkan sepucuk kasih sayang di dinding, meja kursi kami. Tebarkan kenangan indah di atas lantai kumuh ini. Lantai yang kotor dan jarang dipel :’D dan perpisahan ini, bakalan jadi perpisahan terindah, karena aku, kamu, dia, mereka, dan kami adalah satu untuk CINTA :’D :*
Created by: ZATA DINI AMANI.
Si Songkok Hitam -.-
Senyumnya selalu sama. Senyum yang menular. Sorotan matanya yang teduh tapi mengisyaratkan kekuatan melengkapi kepribadiannya yang kekurangan karisma. Postur tubuh yang tegap seperti tentara, suara yang merdu, selalu efektif dalama menggunakan kata-kata, tidak banyak bicara tapi banyak bertindak. Sosok yang membuat saya berdecak kagum “waktu itu”…
Kini, dia masih orang yang sama. Orang yang membuatku ketar-ketir dan sayangnya saya tidak bisa untuk tidak berdecak kagum sekarang dan mungkin juga nanti… saya akan selalu kagum. Kagum dengan sikap dan tutur katanya. Walaupun saya kurang mengenalnya dan jika dilihat sepintas, pasti orang-orang akan beranggapan bahwa dia adalah anak urak-urakan, persis seperti pertama kali saya melihatnya.
…
“Sekarang, dia duduk tenang dikursinya. Membaca sesuatu dengan songkok hitam tersemat dikepalanya. Perhatiannya tersedot oleh buku yang ada ditangannya tanpa menyadari bahwa seseorang diseberang dunia tengah memandangnya kagum. *Halah, sok puitis lagi* seseorang yang memandang anak laki-laki bersongkok hitam itu memutar kembali posisi duduknya menghadap papan tulis. Agak kesal dia karena di acuhkan oleh si songkok hitam tadi. Terlihat mulutnya yang manyun kedepan. Kasiaaaanyaaa -.- seseorang yang memandang anak songkok hitam tadi kemudian mengalihkan perhatiannya dari papan tulis dan mengeluarkan novel yang cukup tebal dari dalam lacinya. Sejurus kemudian dia sudah tenggelam dalam buku bacaannya. Dia berpikir, mungkin membaca akan menjernihkan suasana hatinya”
…
Saya benar-benar tidak mengharapkan apa-apa dari semua ini dan apabila saya berharap sesuatu, sudah pasti orang itu tidak akan memberinya. Dia hanya akan membalas harapan itu dengan tatapan heran dan gelak tawa mengejek. Hah, geger saya dibuatnya.
Sang waktu...
Makhluk yang paling setia dalam hidup ini mungkin adalah waktu. Dia tidak pernah ingkar janji dan akan selalu hadir berkunjung ke mana pun dan ke siapa pun, walau topan badai sedang mengamuk. Dia datang dalam bentuk tanggal, dalam bentuk nama hari, dalam bentuk bulan, bahkan abad. Dia selalu tepat waktu, tidak telat sedikit pun dan tidak pula lebih awal sedikit pun.
Ujian sekolah.
Ternyata tidak ada waktu berleha-leha, waktu pun seperti semakin gencar mengejar dan menghimpit manusia. Khususnya kami, siswa-siswi kelas 9 Al-Azhar. Baru beberapa hari lalu selesai try out, tidak lama lagi, kita akan menyongsong tumpukan-tumpukan buku pejaran, soal-soal latihan hasil fotokopian yang mungkin bakal jadi rebutan. Srek, srek, srek… bunyi kertas buku dibolak-balik tanpa ampun. Mereka ini sementara belajar dengan semangat yang berkobar sampai-sampai kertas harus dianiaya seperti itu? Atau mereka memang ingin merobek-robek buku-buku yang membuat otak mereka panas sepanas matahari? Wallahu’alam.
Sepertinya, saya juga tidak mau kalah merobek-robek buku pelajaran. Eh? Maksudku, belajar ulang lagi. Semoga semua kerja keras akan berbuah hasil yang sangat baik.
US… we’re coming ~.~
Jumat, 09 Maret 2012
Pupus.
Malam itu, saya menengadah ke langit. Gelap. Tidak ada bulan, tidak ada bintang dan 5 planet yang sedang berparade sepertinya telah usai. Ada perasaan kecewa terbit di pedalaman hatiku. Beberapa malam terakhir dimana seharusnya saya menyaksikan parade itu, ternyata langit selalu mendung, gelap, berawan dan sendu. Hah, hilang sudah kesempatan melihat benda-benda langit yang selalu saya kagumi itu. Malam ini saya butuh inspirasi, keluhku malam itu. Tapi inspirasinya berada dibalik awan-awan mendung tersebut. Kepalaku masih menengadah, sedikit keram karena sudah terlalu lama. Saya kembali menunduk dan memperbaiki posisi dudukku diatas motor revo milik Kakaku. Apa daya? Tidak mungkin saya menyibak gerombolan awan dengan sekali sapuan tangan? Mustahil.
Saya memilih mendongak lagi. Mencari-mencari sesuatu diatas sana. Sesuatu yang mungkin bisa membawa ketenangan ke pangkuanku. Tapi hal itu belum juga diketemukan. Saya menunduk lagi, memikirkan bahwa suatu saat nanti ketenangan akan singgah dihadapanku dan membawaku pergi. Saya yang dari tadi bengong lagsung terkesiap mendengar suara Kakaku yang memanggi-manggil untuk membukakan pintu pagar. Dengan malas, saya turun dari motor dan menutup kembali pagar. Pupus…
Kacau!
Helo world!
Hari ini saya aut-autan. Tidak menentu. Menggantung seperti layangan putus, tersangkut di kabel yang terayun-ayun mengambang di atas atap. Entah apa entah kenapa, saya merasa terusik hari ini. kadar kesensitifanku naik beberapa senti. Pagi tadi, perasaanku cerah-cerah saja, mengingat akan ada pertunjukan seni oleh grup teater air dan suara merdu Ayu dan Umul. Tapi semuanya berubah ketika jam istirahat berakhir. Saya yang sedang asik membaca buku Ranah 3 Warna, menangkap kata-kata yang kekurangan bahan penyedap. Rasanya hambar. Memekakan telinga. Di tempat duduknya, Rafdi yang duduk dengan kedua kaki di atas kursi berteriak-teriak: “Haaaa, ba foto di Zona! Hahaha, ba foto di Zona. Hahahahahaha!” gelak tawanya bergulung-gulung disambung anak laki-laki yang lain. Saya yang dari tadi sempat mengabaikan karena berpikir tidak perlu meladeni anak bertubuh gempal itu, langsung naik darah dan mencengkram sampul novel dengan geram. Kalau saja novel itu bukan pinjaman dari Syarifah, sudah saya robek-robek dan saya makan. Saya jengkel dengan kata-katanya. Mengejek harga diri! Apa-apaan dia? Menghina ya? Atau iri? Jihan, Audry dan Aulia sudah dari tadi balas mengejek dengan kata-kata serta nada paling sewot yang pernah saya dengar. Jelas saja mereka tersinggung. Saya yang dari tadi berusaha untuk mengabaikan dan memilih untuk berkonsentrasi pada novel, ternyata tersulut juga. Amarah membuncah-buncah didadaku. Tinggal saya muncratkan keluar dan bisa di pastikan anak gempal itu bakal langsung “takes” tapi ternyata, nyaliku ciut juga. Mengingat kubu anak laki-laki di seberang sana yang “sukaaaa sekali mengejekku” terpaksa, saya urungkan niatku mengeluarkan kata-kata mutiara yang sudah saya susun rapi beberapa menit yang lalu. Akhirnya, saya hanya membalas ejekan itu dengan beberapa kata sederhana. Setelah tawa Rafdi mereda, langsung saya semprot: kenapa kah? Iri? Oh, kau mau ba foto di Zona juga? Kasiaaaan!” suaraku saketek bergetar menahan emosi. Rafdi Rabbani selalu membuat saya emosi ._. hening sedikit… lalu mereka tertawa lagi. Hah, sudahlah. Biarlah mereka mengarang kalimat-kalimat penghinaan, toh novel Ranah 3 Warna yang ada di tanganku lebih ganteng dari pada anak laki-laki yang berkerumun di depan lemari yang penuh gitar di ujung sana.
Hal kedua yang membuat saya aut-autan adalah seorang anak korban pemerintah. Semakin berlagak dan berulah saja beliau itu. Setelah kegiatan belajar mengajar di Lab IPA selesai, kita kembali memakai sepatu. Ada seorang anak yang mengumumkan sesuatu yang berkaitan tentang evaluasi yang akan dilakoni oleh anak kelas 8 dan 7 besok. “Weh besok evaluasi weh” tukas Indah yang masih sibuk dengan sepatu merahnya. Beberapa dari teman hanya menjawab dengan anggukan kecil, senyum masam, dan kata-kata seperti ini: Bah, te mau lagi saya. Te usah jo. Setelah itu, tidak ada lagi yang berkomentar. Malas mengingat-ngingat hari-hari depresi menjelang evaluasi ketika masih duduk di kelas 7 dan 8 dulu. bicara soal evaluasi, saya teringat program yang Sir Yusri buat beberapa bulan lalu: Asisten Ebrod (Adviser Broad) atau dewan penasihat. Alhamdulillah, saya Syarifah dan Juju lulus dalam tes tulis mengikuti program tersebut dengan iming-iming free from “that thing” tapi sayangnya belum ada konfirmasi dari Sir sampe sekarang. Nah, tiba-tiba anak korban pemerintah yang membuat saya aut-autan itu menguping pembicaraan antara saya dan Syarifah tentang Adviser Broad, eh beliau langsung menyambung: Saya juga di suruh Sir Yusri tapi saya te mau. Hai le?! Ada orang menyahut. Siapa ya? Telingaku langsung panas. Saya dan Syarifah hanya bertatap-tatapan sangsi mendengar kata-katanya. Karena ada perasaan tidak suka yang sangat mendalam, saya langsung menjawab pernyataan beliau dengan nada bicara yang dibuat-buat seperti sedang bernyanyi. Seperti ini nyanyian sumbang itu: maaf, saya tidak bertanya sama anda le. Biar te ikut tes, pasti anda jadi AB juga nantinya. Biyah berpangkat-pangkat dah. Sudah lupakan saja AKP itu, muvon itu perlu. Go ahead!
Hal satu ini juga yang paling membuat saya kacau mengacau. Perutku rasanya panas dingin. Aneh bukan? Saya juga tidak tau persis. Tapi sepertinya ada rasa panas-panas yang membakar di dalam perutku tapi ada juga rasa-rasa dingin yang menjalari. Makanya setiap orang bertanya perihal muka galauku, saya hanya menjawab singkat: Perutku panas dingin. Mereka hanya terheran-heran mendengar istilah aneh yang saya lontarkan. Apalagi pas les bahasaindo, panas dingin di perut makin menjadi-jadi. Ditambah lagi rasa kantuk yang mengetuk-ngetuk kelopak mataku. Saya hanya terduduk lesu di sebelah Jihan yang sore itu memakai baju biru kotak-kotak. Dia terlihat bersemangat skali menjawab pertanyaan di paket 14 yang dibagikan untuk di bahas ulang. Saya hanya geleng-geleng kepala melihat huruf-huruf dikertas HVS itu. Saya pamit untuk mencuci muka saja, sapa tau hantu kantuk bisa cepat pergi? Badanku terhuyung-huyung saat menuruni tangga. Setelah mencuci muka, ternyata tidak ada hasil yang dapat dipetik. Rasa kantukku tetap menjadi-jadi. Terpaksa, saya seret lagi kakiku menuju anak tangga menuju kelas 7b. sampai dikelas, Rafdi berteriak-teriak kearahku. “Wee, Ipay galau!” gelak tawa yang lain mengikuti. Hah, saya cuek bebek saja. Saya kembali terduduk lesu dengan mata dipejam-pejamkan mengikuti hantu kantuk membawaku pergi sampai jam les usai.
Rabu, 07 Maret 2012
Jengkel jengkel... pergi kau!
Ternyata perasaan jengkel itu susah hilang. Saya ya sudah berusaha semaksimal mungkin tapi hasilnya nihil. Perasaan jengkel masih juga melonjak-lonjak di dalam dada. Saya berusaha mengumbar senyum dan tawa yang selebar-lebarnya di depan mereka hanya untuk menutupi kejengkelanku tapi sayangnya tidak berhasil. Saya berada di antara tau dan tidak tau tentang apa yang membuat saya jengkel. Saya jengkel dengar suaranya, lihat kelakuannya, dsb. Saya berusaha tidak menaruh rasa jengkel yang mendalam karena saya tau, suatu hari nanti kejengkelan yang mendalam itu akan berubah menjadi bomerang buat saya dan ketika bomerang itu sendiri malah menabrak telak tepat di dadaku, pasti rasanya akan sakit. Sakit sekali mungkin and you must have known that I won’t let myself get hurt.
Sekarang? Saya kehabisan cara menutupi rasa jengkelku sendiri. Takess -_- hah T.T
Mama, happy birthday! :*
Helo world!
Rabu sore, 7 Maret. 17:03…
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Betapa indahnya sang mentari senja di sudut mata, sinarnya yang hangat menyirami tubuhku. Seperti itulah kasih sayang dan cinta Mamaku kepada anak-anaknya termasuk saya. Kasih sayang yang menghangatkan jiwa. Cinta yang menghangatkanku di saat malam, pagi, siang, malam, pagi, siang dan seterusnya.
Hari ini adalah hari ulang tahun Mamaku yang ke-44. So tua skali ha? Tepat tanggal 7 Maret 1968 silam, Mamaku lahir dengan selamat tentunya. Beliau menikah dengan Abiku pada tanggal 25 Maret 1995. Umur pernikahan yang cukup lama. Alhamdulillah. Beliau adalah sosok ibu yang cukup sabar, baik hati, dan sedikit cerewet. Beliau adalah sosok ibu yang mampu menyenangkan anak-anaknya dengan segala hal yang mampu ia lakukan. Selalu menyiapkan seragam sekolah di pagi hari ketika saya dan Iza masih di taman kanak-kanak (TK), membelikan nasi kuning ataupun kue bronis di seberang sekolah setiap pagi, menjagaiku, menyekolahkanku di SD Inpres 1 Lolu, selalu mengepangkan rambutku dengan berbagai bentuk setiap harinya. Beliau adalah sosok yang penyayang. Walaupun kadang, kesabarannya habis melihat kenakalanku dan Iza. Saya bangga dengan beliau dan pasti semua anak di dunia bangga dengan Ibu mereka.
Ohiya, Ma… maaf ha saya tidak bisa kasih apa-apa di hari ulang tahunnya Mama. Saya mungkin hanya bisa memanjatkan do’a agar Mama dan Abi di berikan umur panjang, rezeki, kesehatan, keselamatan dunia dan akhirat. Semoga Mama tetap menjadi seorang Ibu yang selalu bangga sama anak-anaknya walaupun mereka gagal. Tidak lupa cinta dan kasih sayangku sama Mama akan selalu tercurah. Semoga saya dan adeade bisa jadi anak yang lebih baik dan lebih berbakti serta rajin sholat. Insya allah saya tidak suka bantah bantah Mama lagi. Amin amin ya rabbal alamin.
HAPPY BIRTHDAY, MOM.
I love you so much.
Senin, 05 Maret 2012
Haha, samaa :p
Haha lucu saya liat ini tweet. Tadi pagi, Adury bilang: “Ka Ifa, bsk bwa laptop ha. TIK” memang sudah merupakan kebiasaan Audry meminjam laptopku setiap hari Selasa karena ada pelajaran TIK di hari tersebut. nah, tadi saya buka twitter dan menemukan tweet ini. PERSIS. SAMA. SIMILAR.
Haha~~
![]() |
Hai, sama kan? HAI, TAKESS -.- |
Minggu, 04 Maret 2012
Karya Seni Menakjubkan Dari Kerumunan Manusia





Seorang seniman hebat asal Amerika, CRAIG ALAN, 41 tahun, memiliki ide jenius untuk membuat potret unik dari ikon budaya pop dengan menggunakan orang sebagai pixel. Dia mengatur sekumpulan orang untuk berdiri membentuk formasi tertentu sehingga jika dilihat dari atas formasi tersebut akan membentuk gambar orang. Beberapa orang terkenal yang dibuat potretnya oleh CRAIG antara lain adalah Marilyn Monroe, John F. Kennedy, Patung Liberty, dan Audry Hepburn.
Forcing? Zz.
Ada pemaksaan. Ada intimidasi atas kebebasan mereka. Atas hak mereka. Benarkah begitu? setidaknya itu yang ada di pikiranku. Mereka mengintimidasi, bukan melalui cara kekerasan atau pemboikotan atau pemblokiran. Tapi melalui kata-kata. Melalui kalimat seperti pedang yang menghunus tepat didada mereka. Pasti rasanya sakit. Pasti.
Hey, semua orang memiliki hak dan kebebasan masing-masing. Jika mereka ingin melangkah pergi bahkan ingin berlari pergi, IT’s OK. There’s nothing wrong with it. Tidak ada orang yang tidak merasa bosan, merasa muak malah. Saya heran dengan mereka, dengan kalian. Saya bingung. Saya tidak mengerti. Saya tidak menegerti dengan cara berpikir yang mungkin sudah diluar akal sehat. Astagfirullahaladzim.
Jumat, 02 Maret 2012
February's ending**
Helo world!
Waaaah, sekarang saya tengah berdiri di antara simponi-simponi indah Maret *ceileh. Mungkin bulan ini bisa jadi bulan yang istimewa bagi saya karena Maret adalah sebuah bulan diantara dua belas bulan yang melahirkan seorang nyawa baru 15 tahun silam. Nyawa yang Alhamdullah masih bernafas sampai detik ini. Nyawa yang akhirnya tumbuh menjadi seorang anak perempuan yang sekarang duduk di kelas 9 SMP Al-Azhar, Palu. Anak perempuan yang tinggi badannya bisa dibilang terlalu pas-pasan. Anak perempuan yang mungkin sangat sederhana. Anak perempuan yang ekspresif. Hiperaktif.
Tanggal 16 Maret nanti, umurku ganjil 15 tahun. Sudah tua—menurutku. Haha, saya sudah hidup selama 15 tahun lamanya. Alhamdulillah.
Karena sekarang sudah bulan Maret, saya mau memaparkan beberapa hal yang sempat terjadi di Februari lalu. Ini dia:
2 Februari—Next Man was crying.
Yang belum tau siapa itu Next Man, saya kasih tau ya. He’s our KETEK alias Ketua Kelas alias Cahirman alias Chairperson alias Ramdhan Ghozali. Tanggal 2 Februari lalu adalah hari kelahiran si Ramdhan. Karena ketika itu dia baru memulai masa jabatannya sebagai ketek, maka itulah celah bagi kita untuk buat surprise di hari ulang tahunnya. At last, he couldn’t survive and break his tears. Yah, sengeng but love you, Ketek.
2 Februari—Tragedi Macis Gas.
Di hari ulang tahun ketek, kita pinjam macis sama Ka Amid. Ka Amid bilang kasih kembali memang kalo sudah selesai dipake. Eh eh eh, maklum. Kita lupa kasih kembali itu barang sama Ka Amid. Ketika saya Tanya sama Rafdi dimana letak macis gas milik Ka Amid, eh si Rafdi bilang: gasnya bocor yang berarti macis gasnya rusak. MAMPUS. Terpaksa, saya dan Winda harus dilanda kepanikan, kegalauan, kebingunan yang sangat mendalam. Kita memutuskan membeli macis gas yang baru. 2 biji malah. Warna kuning dan merah! Huh~
3 Februari—A DREAM!
Saya mimpi tentang Rendy. Eh ternyata kejadian betul di kehidupan nyata. Cuma bedanya, di kehidupan nyatanya, Rndy waktu itu menyanyi “When You Look Me In The Eyes” di depanku. Maaf tentang A DREAM ini banyak yang disensor. Berbahayaaaa.
5 Februari—Walking under the sun.
Pulang dari Maulid Nabi di STAIN, saya dan Fadlun ba jalan kerumahnya di jalan Suharso. Saat itu panaaaaaaaaaaaas skali *kapan Palu tidak panas? Pas hujan wee. Pokonya saya seperti dipanggang! Untung ada Fadlun yang menemani *HAI LE?!
10 Februari—Fisik exam.
Hari itu, ada ulangan harian fisika. Susah skali—bagi saya. Ulangan yang bikin perut mulas-mual, muntah darah, mata berair, dan bikin umur pendek. Halah. Hasil-hasil nilaiku dapat 77. Alhamdulillah lulus \^^/
21 Februari—ZIBZEBZOBBOING!
Kita diperkenalkan game baru oleh Mam Mita. Game yang bikin sakit perut karena kita ketawa terus. Mataku sampe berair-air waktu itu. Parah.
Well, that’s all beberapa kepingan kejadian yang melibatkan diri saya sendiri di Februari lalu. What will happen on March? On this month? Good luck? Bad luck? Who knows?
This's my confession...
Tidak ada yang meminta apalagi menyuruhnya datang mendekat… saya tidak pernah berpikir bahwa dia berani masuk dalam wilayah yang selalu saya jaga dengan baik. Saya lindungi dengan sangat-sangat-sangat baik malah. Saya berpikir bahwa dia sudah mengerti dengan aturan main yang sengaja tidak tersurat tapi tersirat. Seharusnya dia tau dan sadar, dia tidak boleh. Dia tidak bisa tapi sepertinya kata-kataku, kalimat-kalimatku, tatapanku, isyaratku, laranganku, nada kalimatku, dan berbagai macam tanda yang saya berikan… dia tetap tidak bereaksi. Bergeming dengan segala hal yang dia lakukan sesuka hatinya. Tidak ada respon yang positif malah hanya membuat saya tambah jengkel. Kenapa dia harus selalu ada? Padahal dia tidak diundang. Kenapa dia selalu ikut-ikutan? Padahal jelas-jelas saya tidak suka. Kenapa dia tetap bermanja-manja ria di seberang sana padahal tatapanku ini jelas-jelas mengisyaratkan kemarahan, kemurkaan… oh, apa dia ingin mengambil sesuatu itu dari saya? Dia ingin merebutnya? Memilikinya juga? Oh silahkan. Saya tiak keberatan tapi saya tidak terima. Susah kan? Ya memang susah. Susah buat anda yang memaksa masuk “tanpa” izinku. Susah buat anda yang unwelcome skali.
Saya sayang sama dia dan tidak skalipun terbersit untuk membenci. Saya slalu seperti mengecil saat dia berada di sekelilingku. Saya seperti tidak berarti apa-apa dibandingkan mereka yang bercerita apa saja mulai dari yang kurang penting sampai yang sama skali tidak penting. Saya selalu tidak tertarik dengan apa yang dia bicarakan dan untuk menghargainya, saya terpaksa mendengar dengan setengah hati. Saya bingung, sifat apa yang harus saya tunjukkan didepannya? Apa saya harus senyam-senyum ria padahal dalam hati saya gondokan? Apa saya harus ikut memuji-muji segala sesuatu yang dia lontarkan walaupun saya sama skali tidak tertarik? Huh, jika benar-benar ada waktu untuk confession… I WILL.
Happy TRY OUT -.-
Baru saja berakhir… TRY OUT di sore ini… menyisakan sedikit kelegaan dan kebimbangan…
Pasti semua berharap nilai yang baik. Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)