Memang kalo menulis saat hati semrawutan itu lebih srek, menyenangkan. Seperti sekarang ini, suasana hatiku betul-betul kacau balau. Jengkel dan tidak enak hati sama seseorang. Someone over the hot sun lah *ngawur* semuanya bermula sejak beberapa hari yang lalu. Hah, sebenarnya saya malas kuadrat mengingat-ngingat “hal” itu, hanya saja, saya tidak punya tempat mengadu selain kepada blogku yang amat kusayangi ini. Hanya dia yang bisa membantu saat ini, blog.
Ya Allah, mungkin saya berdosa karena mengungkit-ungkit masalah kecil atau memperbesar masalah yang sebenarnya tidak perlu, tapi saya betul-betul merasa tidak enak dan merasa perlu menumpahkan segala sesuatunya. Rasa jengkelku yang semakin hari semakin bengkak tak tertahankan. Saya merasa bersalah karena membenci seseorang itu, tapi benar-benar dia agak keterlaluan. Dia bukan dia yang biasanya, entah apa yang membuatnya berkata demikian kala itu, membuat saya berkerut-kerut.
Ya Allah, saya betul betul jengkel. Menolak bicara dan berinteraksi dengan seseorang itu. Saya mencak-mencak menghindar, dia terlihat santai-santai saja. Ampuuuuun! Seberapa kuatpun menghindar demi menenangkan perasaan jengkel yang beranak pinang, tetap juga tidak bisa. Tetap juga susah! Argh, saya yang jadi gila sendiri. Kena batunya *menangis tersedu-sedu*
Saya lakukan “itu”, dia juga melakukan hal serupa. Malah terkesan lebih menindas, lebih bikin saya tambah sakit hati, lebih bikin saya takes *guling-guling di tanah* susah payah saya tidak lembek dengan keadaan yang seperti ini, keadaan yang “sudah biasa”, keadaan yang terhitung sudah tiga kali ini terjadi. Ternyata, beberapa hal memang tidak bisa benar-benar hilang dari yang punya.
Jujur, ada sejumput air menggenang di sudut mata, hampir jatuh. Hanya saja ditahan-tahankanlah supaya tidak tumpah ruah. Malu juga kalo harus menangis gara-gara kondisi yang “sama” terulang lagi. Tidak, saya tidak akan menangis kali ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar